Jumat, 30 Juli 2010

Malam ini tiga tahu yang lalu

 

Setelah melakukan persiapan akhir di kampung lama, libido kriminal dalam diri Mikhael Torangama Kelen dan anggota-anggota komplotannya semakin tak terbendung. Iblis dan roh-roh jahat yang bercokol dalam diri mereka masing-masing terus merangsang mereka untuk melakukan apa yang sudah lama mereka rencanakan. Kepada mereka iblis dan roh-roh jahat terus menyuntikkan keberanian untuk merealisasikan niat jahat mereka terhadap Yoakim Gresituli Ata Maran.

Maka sejak siang hari Senin 30 Juli 2007, komplotan yang telah bertekad bulat melakukan kejahatan itu sudah berada di Lato, ibu kota Kecamatan Titehena, Flores Timur. Sebagai kamuflase, mereka berkumpul di kantor Camat Titehena untuk mengikuti sidang yang dimaksudkan untuk menyelesaikan laporan masalah tanah yang disampaikan oleh suku Kelasa. Dalam laporannya pihak Kelasa menuduh pihak Ata Maran menyerobot tanah Kelasa. Tetapi tuduhan Kelasa itu ternyata tidak sesuai dengan kenyataan. Maka sidang itu pun langsung ditutup oleh Camat Titehena.

Setelah sidang ditutup, tokoh-tokoh Ata Maran yang datang ke acara sidang tersebut langsung meninggalkan Lato. Di jalan antara Lato dan Bokang, mereka berpapasan dengan Yoakim Gresituli Ata Maran dan Marse Kumanireng yang sedang menuju Lato untuk menghadiri acara Nebo (Kenduri) almarhumah ibu Maria Ose Sogen. Ketika mereka tiba di Lato, Mikhael Torangama Kelen dan anggota-anggota komplotannya masih berada di sana.

Setelah mengetahui bahwa Yoakim Gresituli Ata Maran dan Marse Kumanireng berada di Lato, orang-orang yang sudah dirasuki oleh iblis dan roh-roh jahat itu pun melakukan pengawasan guna memastikan bahwa calon korban mereka itu tak akan bisa lolos dari terkaman mereka. Mikhael Torangama Kelen sendiri mengatur strategi pengawasan itu. Orang itu kembali ke Eputobi sekitar pukul 14.00. Sedangkan dua anak Lamber Liko Kumanireng berada di rumah, tempat acara Nebo diselenggarakan hingga matahari terbenam. Mereka baru meninggalkan acara itu segera setelah Yoakim Gresituli Ata Maran dan Marse Kumanireng pamit untuk pulang ke Eputobi. Dari mereka ini, Mikhael Torangama Kelen memproleh informasi tentang pergerakan Yoakim Gresituli Ata Maran dan Marse Kumanireng dari Lato menuju Eputobi.

Setelah tiba di Eputobi, Mikhael Torangama Kelen bersiap diri untuk melakukan aksi kriminalnya sesuai dengan apa yang telah direncanakannya. Semua anggota komplotannya telah disiapkan. Sore hari itu dia meninggalkan kampung Eputobi. Dengan Supra Fit-nya dia meluncur ke arah barat. Sebagai kamuflase dia menyempatkan diri mampir di suatu kampung yang tak jauh letaknya dari Wairunu. Dari situ dia bisa memperoleh informasi dari anggota-anggota komplotannya yang memantau pergerakan Yoakim Gresituli Ata Maran dan Marse Kumanireng.

Ketika gelap tiba di daerah itu, koordinasi pencegatan terhadap calon korban pun dimantapkan. Mereka melakukan pencegatan berlapis. Untuk mensukseskan pencegatan itu Petrus Naya Koten pun diterjunkan. Orang ini ditugaskan untuk memantau jalur Bokang-Wairunu. Ada saksi yang melihat keberadaan orang ini di Wairunu. Pelaksanaan tugasnya itu didukung oleh dua orang yang mengendarai dua sepeda motor. Dua orang bersepeda motor itu sempat dipergoki keberadaan mereka di pinggir selatan kampung Bokang, di dekat tempat Petrus Naya Koten bersembunyi di pinggir jalan. Sebuah informasi menyebutkan bahwa Mikhael Torangama Kelen pun sempat berada tak jauh dari situ.

Setelah mengetahui bahwa Yoakim Gresituli Ata Maran sendirian bergerak keluar dari Bokang ke arah Wairunu, Petrus Naya Koten pun beraksi. Dari situ dia “mengantar” Yoakim Gresituli Ata Maran ke ladang pembantaian di Blou. Keberadaan Petrus Naya Koten di tempat kejadian perkara (TKP) terpantau jelas oleh seorang saksi. Tak jauh dari Petrus Naya Koten berdiri empat orang yang mengenakan helm. Waktu itu korban sedang tergeletak tak berdaya di hadapan empat orang yang berhelm itu. Hadir di situ Mikhael Torangama Kelen dan Lambertus Lagawuyo Kumanireng dan anggota-anggota komplotan mereka. Keberadaan Yoka Kumanireng bersama beberapa pria di TKP pun terpantau dengan jelas.

Duet Mikhael Torangama Kelen dan Lambertus Lagawuyo Kumanireng yang menentukan keberhasilan pembunuhan terhadap Yoakim Gresituli Ata Maran pada malam itu. Duet ini pula yang menentukan irama penganiayaan terhadap korban di pondok milik Pak Stanis Lewoema.  Hadir pula di situ seorang perempuan orang Eputobi.

Apa yang menimpa Yoakim Gresituli Ata Maran pada malam itu dilaporkan ke Prince of Darkness. Pada malam itu juga si Pangeran Kegelapan itu mengetahui bahwa Yoakim Gresituli Ata Maran telah dihabisi.

Untung bahwa ketika tiba di Bokang, Marse Kumanireng memutuskan untuk mampir di rumah bapak Paulinus Hayon. Untung bahwa dia diantar ke Eputobi oleh salah seorang anak dari bapak Paulinus Hayon. Seandainya dia tetap bersama suaminya dalam perjalanan dari Bokang ke Eputobi, dia pun bisa jadi korban. Ya, di Bokang itulah Yoakim Gresituli Ata Maran dan Marse Kumanireng berpisah untuk selama-lamanya.

Kebiadaban Mikhael Torangama Kelen, Lambertus Lagawuyo Kumanireng dan anggota-anggota komplotan mereka yang membuat Yoakim Gresituli Ata Maran harus meninggalkan isteri dan ketiga orang anak mereka yang masih kecil. ***