Minggu, 05 Juni 2011

Menunggu kejujuran MTK dan anggota-anggota komplotannya

Hebat betul upaya Mikhael Torangama Kelen (MTK) dan anggota-anggota komplotannya untuk mempertahankan dusta. Meskipun terang benderang memimpin aksi pembunuhan terhadap Yoakim Gresituli Ata Maran, di Blou, pada Senin malam, 30 Juli 2007, si MTK terus menyangkali perbuatan sangat biadabnya itu. Dia pula yang mengancing mulut para anggota-anggota komplotannya agar pengakuan tak meluncur dari mereka. Bersama-sama mereka coba mempertahankan dusta, hingga kini. Tapi sampai kapan dusta semacam itu dapat mereka pertahankan?

Tak ada ceritera tentang pendusta dapat mempertahankan dustanya hingga selamanya, apalagi urusannya menyangkut darah dan nyawa orang yang tak bersalah. Menumpahkan darah dan menghilangkan nyawa orang yang tak bersalah itu perbuatan sangat keji. Perbuatan semacam itu tak akan menenteramkan hati para pelakunya. Apalagi saksi sejati tak pernah lupa untuk mengingatkan mereka tentang kebiadaban yang mereka lakukan di Blou pada malam hari itu sekaligus menuntut mereka untuk mempertanggungjawabkannya. Semakin mereka berusaha menutup-nutupinya, semakin tidak tenang hati mereka. Bukan hanya si MTK dan anggota-anggota komplotannya yang beraksi langsung di Blou yang terus menerus dihantui rasa tidak tenang, orang semacam Donatus Doni Kumanireng (DDK) pun telah lama didera rasa tidak tenang. Padahal sosok si DDK tidak ditemukan di tempat kejadian perkara pada malam kejadian perkara. Pada malam kejadian perkara itu dia berada di Kupang. Tetapi karena berandil besar di belakang layar panggung kriminal di Blou, maka hatinya terus didera rasa gelisah. Karena punya andil bagi keberhasilan bagi proyek pembunuhan di Blou itu, maka si DDK pun sibuk berkasak-kusuk untuk menggagalkan proses hukum bagi si MTK dan kawan-kawan. Soalnya jelas. Jika proses hukum berjalan dengan mantap, maka dirinya pun terjerat. Untuk menghindari diri dari jerat hukum, segala cara coba ditempuhnya.

Cara si MTK dan DDK serta anggota-anggota komplotan mereka menutup-nutupi pembunuhan terhadap Yoakim Gresituli Ata Maran sudah lama menjadi bahan tertawaan di kalangan masyarakat beradab di kampung Eputobi dan di seluruh kawasan Lewoingu. Di kalangan masyarakat beradab di sana, sejak lama tumbuh keyakinan bahwa cepat atau lambat para pelaku kejahatan tersebut akan dihukum. Semakin nekad mereka menyangkali perbuatan jahat yang mereka lakukan di Blou, semakin besar malapetaka yang akan mereka tanggung. Malapetaka lebih besar tak akan menimpa mereka, jika mereka secara jujur mengakui perbuatan jahat yang mereka lakukan di Blou pada Senin malam 30 Juli 2007. Pengakuan secara jujur itu harus dibarengi dengan penyerahan diri mereka ke pihak berwajib.

Hal berikut ini pun perlu diperhatikan. Dengan dijebloskannya si ABK ke bui karena kasus korupsi, dan dengan mulai berhembusnya angin perubahan politik di bumi Flores Timur, kursi kepala desa Lewoingu yang selama ini diduduki oleh si MTK, kepala komplotan pembunuh berdarah dingin itu telah kehilangan backing politik. Ingatlah baik-baik bahwa selain melakukan pembunuhan, si MTK juga melakukan korupsi. Kedua perkara pidana itu akan menggiring dia ke bui atau ke tempat hukuman yang mengerikan. Baginya akan berlaku, “Kakak keluar, adik masuk.” Untuk sementara, biar kakaknya saja dulu yang masuk dan menjadi penghuni penjara. Pada waktunya nanti, si adik akan digiring ke sana.***