Kamis, 30 Juli 2009

Hari ini dua tahun yang lalu

 

Tanggal 30 Juli dua tahun lalu jatuh pada hari Senin. Ya, pada hari Senin, 30 Juli 2007, Yoakim Gresituli Ata Maran mengantar isterinya, Marse Kumanireng, membawa nera ke acara Nebo (Nebo ibu Maria Ose Sogen) di Lato. Untuk mencapai Lato yang berjarak 17 km dari kampung Eputobi, Yoakim Gresituli Ata Maran menyewa sepeda motor Yamaha Jupiter milik Petrus Naya Koten.

Ketika mereka tiba di Lato, ibukota Kecamatan Titehena, suasana tampak cukup ramai. Sejumlah orang Eputobi yang selama itu mengincar nyawa Yoakim Gresituli Ata Maran, Yosef Kehuler, dan Sis Tukan berada di sana. Sebelum Yoakim Gresituli Ata Maran dan Marse Kumanireng tiba di Lato, orang-orang itu berada di kantor Camat Titehena. Konon mereka itu mau mengikuti jalannya pembicaraan perkara tanah yang dilaporkan oleh pihak Kelasa. Dalam laporannya, pihak Kelasa menuduh bahwa pihak Ata Maran melanggar batas tanah mereka. Tetapi karena isi laporan Kelasa itu tidak terbukti, maka pertemuan untuk membicarakan perkara tersebut dibatalkan oleh Camat Titihena.

Untuk memastikan keberadaan Yoakim Gresituli Ata Maran di Lato, dua orang dari komplotan yang telah mematangkan rencana untuk membunuh Yoakim Gresituli Ata Maran itu mampir pula ke acara Nebo tersebut. Hingga sore, keberadaan Yoakim Gresituli Ata Maran di situ diawasi oleh mereka. Keberadaannya di Lato pun sempat dipantau oleh Mikhael Torangama Kelen.

Setelah mengetahui bahwa calon korban mereka dapat diawasi pergerakannya, siang itu Mikhael Torangama Kelen kembali ke Eputobi untuk memantapkan rencana aksi pada malam harinya. Sedangkan Yoakim Gresituli Ata Maran dan Marse Kumanireng bertahan di acara Nebo hingga menjelang mahgrib. Ketika lampu listrik mulai dinyalakan, mereka pamit untuk kembali ke Eputobi dengan sepeda motor yang disewa dari Petrus Naya Koten.

Ketika hendak keluar dari Lato, di sepotong jalan yang rusak, sepeda motor yang dikendarai Yoakim Gresituli Ata Maran sempat oleng dan nyaris jatuh. Melihat kejadian itu, ada yang mengusulkan agar mereka menginap saja di Lato, karena hari sudah mulai gelap, dan jalan dari Lato ke Wairunu pun buruk. Tetapi Yoakim Gresituli Ata Maran bilang bahwa mereka harus pulang pada sore itu juga, apalagi Marse Kumanireng tidak bisa meninggalkan begitu saja anaknya yang belum genap satu tahun usianya. Terhadap tawaran untuk menginap di Lato, Yoakim Gresituli Ata Maran bilang begini, “Mori di hama-hama noong kewae, mata di hama-hama noong kewae.” (Di waktu hidup bersama-sama dengan isteri, di saat mati pun sama-sama dengan isteri).

Apakah kata-katanya itu menunjukkan bahwa dia sudah punya feeling bahwa dia akan meninggal pada malam hari itu? Entahlah. Yang jelas dia tahu persis bahwa sejak di acara Nebo itu dia dibayang-bayangi dari dekat oleh orang-orang dari suatu komplotan yang mengincar nyawanya. (Bersambung)