Sabtu, 09 Mei 2009

Dari Manakah Datangnya Fitnah Itu?

 

Fitnah bahwa Ardy Namang dan kawan-kawan sebagai pelaku pembunuhan atas Yoakim Gresituli Ata Maran pada Senin malam, 30 Juli 2007 berasal dari sebuah rumah di Larantuka, Flores Timur. Ke rumah itu si saksi kunci, Petrus Naya Koten alias Pite Koten alias Pendek Pite digadang lalu dikerjai dengan ilmu sihir. Dalam keadaan kerasukan,  Pite Koten berceloteh bahwa yang membunuh Yoakim Gresituli Ata Maran adalah Ardy Namang dan kawan-kawan. Itu terjadi pada malam hari sebelum keempat tersangka dan si saksi kunci diboyong ke Polda NTT di Kupang.

Perkataan Pite Koten dalam keadaan tidak sadar itu didengar oleh beberapa orang Eputobi dan dua oknum polisi. Demikian tutur seseorang yang menyaksikan kejadian tersebut. Mungkin dua anggota polisi itu dihadirkan sebagai saksi untuk permainan dari dunia kelam itu. Permainan semacam itu sebenarnya dapat dihindari, jika si saksi kunci sungguh-sungguh berada dalam perlindungan polisi. 

Setelah memberikan kesaksian dengan sadar dan tanpa paksaan di Polres Flores Timur, pada hari Kamis, 17 April 2008, Pite Koten langsung meminta perlindungan polisi bagi dia dan keluarganya. Tetapi perlindungan baginya hanya berlaku sementara. Setelah diizinkan tinggal di Weri, si saksi kunci itu praktis tak lagi mendapat perlindungan dari polisi. Dengan mudah dia dijumpai dan dikuliahi oleh rekan-rekan dan anggota-anggota keluarga empat tersangka yang pada waktu itu ditahan di Polres Flores Timur. Hilir mudik, mereka datang dari Eputobi dan Kupang  untuk menggarapnya. Tujuan utama mereka ialah membuat Pite Koten menarik kembali keterangannya yang telah dituangkan dalam BAP. Di kemudian hari diketahui secara jelas, bahwa pemilik rumah tempat dia tinggal, waktu itu, pun  berkubu ke komplotan penjahat Eputobi itu.

Bersama empat tersangka si saksi kunci itu diboyong ke Polda NTT. Di sana dia sungguh-sungguh mendapat perlindungan khusus dari polisi. Maklum, dia adalah saksi kunci. Di Polda NTT, dia sempat mengeluh bahwa empat tersangka itu menekan dan memaksa dia untuk menarik kembali keterangannya dari BAP. Tetapi kepada penyidik dari Polda NTT dia mengatakan bahwa dia tidak mau menarik kembali keterangan yang diberikannya pada hari Kamis, 17 April 2008 itu.

Karena keempat tersangka terus menekannya, penyidik lalu menyuruh mereka  untuk berdoa. Setelah berdoa, Mikhael Torangama Kelen, Yoakim Tolek Kumanireng, Yohanes Kusi Kumanireng, dan Laurens Dalu Kumanireng tampak pucat. Guna menanggapi tekanan mereka terhadap si saksi kunci, penyidik menyuruh mereka untuk menulis sendiri surat pernyataan pada kertas bermeterai, yang menyatakan bahwa mereka bukan pelaku pembunuhan atas Yoakim Gresituli Ata Maran. Tetapi Mikhael Torangama Kelen yang diharapkan mampu merumuskan pernyataan termaksud tak bisa berbuat apa-apa. Dia dan tiga tersangka lainnya tampak makin pucat dan hanya duduk bengong. Akhirnya pernyataan termaksud gagal dibuat. Mengapa?

Pikiran dan mulut mereka bisa berdusta, tetapi hati dan tubuh mereka tidak bisa berdusta. Jika bahasa hati lebih abstrak, sehingga lebih sukar tertangkap jelas, bahasa tubuh mudah ditangkap, mudah dimengerti juga. Bahasa tubuh mereka pada waktu itu secara jelas menuturkan tentang keterlibatan aktif mereka dalam peristiwa kriminal di Blou.

Setelah mendengar ceritera tentang maksud keempat tersangka untuk membuat pernyataan tersebut di atas, Donatus Doni Kumanireng pun muncul di Polda NTT. Dia mengira bahwa empat tersangka itu akan dibebaskan pada hari itu juga. Sebelum mengetahui apa yang sesungguhnya terjadi, dia sudah menyebarkan kabar ke beberapa orang bahwa keempat tersangka akan dibebaskan. Dan dia sendiri yang akan mengantar mereka kembali ke Eputobi. Tetapi dia sendiri menjadi pucat pasi ketika menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri bahwa tangan-tangan keempat tersangka itu tetap diborgol ketika mereka diantar ke pelabuhan untuk selanjutnya dibawa kembali ke Larantuka.

Setelah kembali dari Kupang, rekan-rekan dan anggota-anggota keluarga empat tersangka semakin gencar bergerilia untuk menggarap si saksi kunci. Mereka itu pun mulai menggencar kampanye dusta, bahwa Mikhael Torangama Kelen dan tiga orang anak Lamber Liko Kumanireng itu bukan pelaku pembunuhan atas Yoakim Gresituli Ata Maran. Mereka memposisikan keempat tersangka sebagai korban fitnah. Dan keempat tersangka pun mulai mengencangkan jurus dusta. Sehingga terjadilah begini: dusta beranak pinak dusta, hingga membentuk suatu lingkaran setan dusta yang hingga kini coba dipertahankan oleh komplotan penjahat itu.

Jika lingkaran setan dusta terus dipertahankan, fitnah pun dengan sendirinya terus dirawat oleh komplotan penjahat itu. Tetapi coba tanyakan kepada Petrus Naya Koten ketika dia dalam keadaan sadar, “Siapa yang membunuh Yoakim Gresituli Ata Maran?” Dijamin, bahwa dia tidak akan menyebut nama Ardy Namang dan kawan-kawan. Kepada penyidik di Polres Flores Timur yang memeriksanya kembali pun dia tidak pernah mengatakan hal itu. Dan orang yang sempat memberikan bantuan hukum baginya malah kaget setelah mengetahui apa yang terjadi di Blou pada Senin malam, 30 Juli 2007 berdasarkan kesaksian Pite Koten yang dibacakan dengan suara keras dihadapannya. ***