Jumat, 01 Mei 2009

Membela Kebenaran, Siapa Tak Berani?

 

Nama Pontius Pilatus dicatat dalam Injil sebagai tokoh yang takut berpihak pada kebenaran. Meskipun tidak menemukan satu pun kesalahan yang dilakukan Yesus, Pilatus tak berdaya untuk membebaskan Yesus dari hukuman mati. Gencarnya tekanan yang dilakukan oleh imam-imam kepala dan orang-orang Yahudi yang menuntut hukuman mati bagi Yesus membuat Pilatus memilih mempertahankan posisi aman.

Guna mengamankan posisinya sebagai wali negeri Kaisar Tiberius dia ikut menyalibkan Yesus. Padahal dia sendiri mengakui bahwa Yesus tidak bersalah apa-apa. Jalan kompromi memang kerap dia tempuh, yang penting kepentingannya aman. Meskipun berkuasa untuk mengambil keputusan, dia gagal menggunakan kekuasaannya untuk membela kebenaran, karena dia seorang pengecut. Dia takut menjadi korban amukan dari imam-imam kepala dan orang-orang Yahudi yang membenci Yesus. Dengan demikian, dia pun menjadi bagian yang tak terpisahkan dari suatu konspirasi politik yang membunuh Yesus.

Konpirasi model itu dengan mudah kita temukan dalam kasus pembunuhan Yoakim Gresituli Ata Maran. Tanpa konspirasi, pembunuhan itu tidak terjadi. Tanpa konspirasi, kasus pembunuhan itu dapat diungkap hingga tuntas dengan sangat mudah, karena indikasi-indikasi awal yang mengarah pada para pelakunya sangat jelas. Apalagi di kemudian hari pun muncul saksi kunci.

Dalam kasus itu pun  kita dengan mudah menemukan sejumlah orang yang bersikap seperti Pilatus. Mereka itu terdiri dari orang-orang yang secara jelas tahu tentang rencana dan pelaksanaan pembunuhan atas Yoakim Gresituli Ata Maran, tetapi tak berani mengungkapkan kebenaran. Ketidakberanian mereka itu timbul dari rasa takut akan ketidakamanan posisi serta kepentingan mereka masing-masing dalam masyarakat. Demi keamanan kepentingan pribadi mereka masing-masing, mereka berkompromi dengan para penjahat yang dipimpin oleh Mikhael Torangama Kelen itu. Demi keamanan kepentingan mereka masing-masing, mereka membiarkan rencana pembunuhan itu terjadi. Demi kepentingan pribadi mereka, mereka membiarkan pembunuhan itu terjadi, kemudian, seperti yang diinginkan oleh para pelakunya, mereka pun melakukan aksi tutup mulut.

Termasuk dalam barisan Pilatus adalah oknum-oknum yang demi fulus lantas berusaha keras untuk menutup-nutupi kasus pembunuhan tersebut. Mereka inilah yang menjadi penghambat utama kelancaran proses hukum atas kasus pembunuhan tersebut.

Hingga kini, sukar bagi kita untuk mengharapkan para pilatus itu  berpihak pada kebenaran dan berusaha membelanya dengan serius. Soalnya jelas. Mereka itu pengecut. Yang perlu kita lakukan ialah mewaspadai orang-orang semacam itu, karena orang-orang yang tidak berperasaan itulah yang mengizinkan para pembunuh dan pengkhianat melaksanakan keinginan jahat mereka. ***