Senin, 20 September 2010

Kebenaran Tak Bisa Digadaikan

 

Seandainya polisi setempat memiliki tekad yang jelas dan tegas untuk menegakkan kebenaran dan keadilan, siapa pun yang terlibat dalam peristiwa pembunuhan terhadap Yoakim Gresituli Ata Maran sudah ditindak secara hukum. Selain empat orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka, Lambertus Lagawuyo Kumanireng dan beberapa orang lain pun semestinya dapat diciduk dan diproses secara hukum. Seandainya polisi setempat mau serius mengungkap kasus pembunuhan tersebut, Donatus Doni Kumanireng dan Andreas Boli Kelen pun perlu menjalani pemeriksaan secara intensif.  Tetapi hingga kini anggota-anggota polisi yang ditugaskan untuk menyelidiki dan menyidik perkara pembunuhan tersebut hanya berfokus pada empat orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka, yaitu Mikhael Torangama Kelen, Yoakim T. Kumanireng, Yohanes K. Kumanireng alias Yoka Kumanireng, dan Laurens D. Kumanireng. Akibatnya, berkas acara pemeriksaan atas empat tersangka hanya dipimpong dari Polres ke Kejaksaan Negeri Flores Timur dan sebaliknya. 

Paling kurang terdapat satu kesaksian, di luar kesaksian Petrus Naya Koten alias Pite Koten alias Pendek Pite, yang jika diperdalam dan dikembangkan, dapat menjadi jalan untuk mengungkap lebih jauh fakta-fakta lain yang selama ini coba ditutup-tutupi Mikhael Torangama Kelen dan anggota-anggota komplotannya. Dengan memperdalam dan mengembangkan arah penyelidikan dan penyidikan, segala macam jurus dusta yang selama ini diandalkan oleh keempat tersangka menjadi tidak berarti. Tetapi upaya untuk memperdalam dan mengembangkan penyelidikan dan penyidikan belum juga nampak.

Dalam proses penyidikan sejauh yang sudah berlangsung, seorang oknum penyidik malah berusaha mengalihkan latar terjadinya pembunuhan tersebut ke latar selingkuh. Istilah selingkuh yang muncul di salah satu ruang pemeriksaan di Polres Flores Timur pada tahun 2009 itu tentu berasal dari pihak pelaku pembunuhan tersebut. Tuduhan yang tidak sesuai dengan kenyataan itu sengaja dikembangkan kemudian dilaporkan oleh mereka yang menjadi pelaku ke oknum-oknum polisi tertentu sebagai upaya untuk menjerat orang-orang yang mereka kambinghitamkan. Dengan cara itu, mereka berharap dapat lolos dari jerat hukum.

Terdapat indikasi-indikasi yang menunjukkan bahwa sejak awal muncul oknum-oknum polisi yang berusaha merekayasa kasus pembunuhan tersebut menjadi kasus kecelakaan lalu lintas. Pada waktu itu, oknum-oknum polisi yang berteman dekat dengan Mikhael Torangama Kelen itu menempuh cara-cara yang halus, sehingga tidak kentara bahwa mereka merekayasa sebab kematian Yoakim Gresituli Ata Maran. Tetapi jelas, bahwa hasil kerja mereka cocok betul dengan keinginan Mikhael Torangama Kelen dan anggota-anggota komplotannya.

Mikhael Torangama Kelen dkk kemudian secara terang-terangan berinisiatif melobi K. Melki Bagailan selaku Kasat Lantas dan Abdul Syukur sebagai Kapolres Flores Timur. Di tangan oknum polisi semacam Abdul Syukur dan K. Melki Bagailan dan timnya, upaya rekayasa tersebut coba disempurnakan. Untung bahwa upaya oknum-oknum polisi itu tidak sepenuhnya berhasil. Tetapi upaya kotor mereka berhasil memperlambat proses hukum atas pelaku-pelaku pembunuhan tersebut.

Dengan segala macam cara kebenaran dalam seluruh rangkaian peristiwa pembunuhan terhadap Yoakim Gresituli Ata Maran coba digadaikan ke sana ke mari. Upaya semacam itu berhasil mendatangkan keuntungan sesaat bagi mereka yang terlibat dalam urusan kotor semacam itu.

Ada yang tangannya sangat kotor berlumuran darah, maka takut menjalani proses hukum. Untuk dapat lolos dari jerat hukum mereka pun gencar menggalang dana. Ketika pecah konflik yang melibatkan suatu keluarga yang beberapa anaknya telah ditetapkan sebagai tersangka, muncul kata-kata dari salah satu pihak terkait bahwa kami ini yang ikut kumpulkan uang, sehingga anak-anak kamu keluar dari bui. Ada yang karena ingin menikmati keuntungan sesaat, maka rela membiarkan kebenaran dan keadilan digadaikan. 

Bagi kami, kebenaran dalam seluruh rangkaian tragedi Blou tak bisa digadaikan untuk kepentingan apa pun. Berjuang untuk menegakkan kebenaran merupakan suatu tugas mulia, yang mustahil dapat kami korbankan demi kepentingan lain mana pun. Tanpa kebenaran, keadilan tak dapat diwujudkan.

Dalam kehidupan di dunia ini, kebenaran itu harus terus-menerus diupayakan untuk terwujud. Tak ada kebenaran yang jatuh begitu saja dari langit. Dalam kehidupan bernegara, polisi dan jaksa menjadi bagian dari aparatur yang berada di garis depan untuk menegakkan kebenaran legal formal. Untuk itu mereka diberi otoritas dan wewenang hukum tertentu. Tetapi ketika seorang aparatur penegak hukum merosot statusnya menjadi seorang oknum aparatur penegak hukum, maka kebenaran dapat digadaikan.

Bagi kami, kebenaran tak dapat digadaikan untuk kepentingan apa pun. ***