Jumat, 17 September 2010

Tangan Keras Seorang Guru Wanita

 

Tangan seorang guru, apalagi seorang guru wanita, mestinya dipakai untuk merawat, memelihara, mendidik, dan melakukan perbuatan-perbuatan baik, tidak hanya bagi anak-anak didiknya, tetapi juga demi kebaikan sesamanya. Namun tangan ibu guru yang satu itu rupanya dipakai untuk melakukan kekerasan terhadap sesamanya seorang wanita di kampung halamannya – Eputobi-Lewoingu, Flores Timur. Itulah tangan Tide Kumanireng yang beberapa hari lalu berhasil memukul Nela Kumanireng.

Aksi pemukulan yang dilakukan oleh Tide Kumanireng itu mengingatkan saya akan kekerasan yang pernah dilakukannya terhadap seorang murid SDK St. Pius X Eputobi. Karena diperlakukan dengan sangat keras murid yang bersangkutan mengalami trauma, lalu terpaksa pindah sekolah. Aksi kekerasan yang dilakukan oleh guru SDK Eputobi itu pun mengingatkan saya akan aksi kekerasan yang pernah dilakukan oleh Yanto Lubur terhadap Ece Koten. Pernah, Ece Koten pun nyaris diperlakukan secara keras oleh Heri Kelen, anak dari Anis Kelen, rekan sekerja ibu guru Tide Kumanireng di SDK Eputobi. Belum terhitung kekerasan verbal yang dilakukan oleh Evi Kumanireng, guru TK Demon Tawa Eputobi-Lewoingu, dan oleh Marta Angin, isteri Anis Kelen terhadap Yos Kehuler dan Sis Tukan. Rensu Kweng, suami Tide Kumanireng pun pernah mengatakan kepada Aci Koten, “Seandainya engkau itu laki-laki, saya angkat banting engkau hingga jatuh ke tanah.”

Kekerasan terhadap Ece Koten sempat dilaporkan ke Polsek Wulanggitang yang bermarkas di Boru. Ketika diancam disel, si pelaku menangis ketakutan. Guna mencegah proses hukum lebih lanjut, Mikhael Torangama Kelen mendatangi Polsek Wulanggitang. Maklum Yanto Lubur adalah salah satu anak buahnya. Urusannya akhirnya berhenti di Polsek tersebut.

Seperti apa sikap Mikhael Torangama Kelen terhadap kekerasan yang dilakukan oleh Tide Kumanireng? Perlu dicatat bahwa Tide Kumanireng adalah seorang pendukung setia Mikhael Torangama Kelen. Bersama suaminya, ibu guru itu pun ikut berjuang agar kejahatan yang dilakukan oleh Mikhael Torangama Kelen dan anggota-anggota komplotannya di Blou pada Senin malam 30 Juli 2007 itu dapat ditutup rapat. Ayah Tide Kumanireng, Yohanes Ola Kumanireng adalah orang yang pada Selasa pagi 31 Juli 2007 merayakan keberhasilan aksi kejahatan yang dilakukan oleh Mikhael Torangama Kelen dan anggota-anggota komplotannya itu. Sebelum terjadi tragedi Blou, orang ini pernah mengancam membuat Pius Koten dan Akim Maran jatuh terkapar hingga menggigit tanah. Setelah terjadi tragedi Blou, dia mengeluarkan kata-kata, Gresituli sudah mati, tinggal Raga dan Nuba. Dan secara tidak langsung, dia pun pernah mengancam anak-anak almarhum Gresituli Ata Maran. Apakah dia mengira bahwa dia akan berganti kulit untuk hidup selamanya di dunia ini?

Karena takut kasus tersebut dilaporkan ke polisi, Mikhael Torangama Kelen dan Lambertus Lagawuyo Kumanireng tampak repot berkoordinasi. 

Ma Kumanireng dan Yuven Koten sudah merasakan suasana hidup di balik jeruji penjara Larantuka. Tide Kumanireng akan menyahut panggilan Ma Kumanireng dan Yuven Koten, jika pihak korban kekerasannya mau melaporkannya ke Polres Flores Timur.  Ganjaran hukum atas kasus pemukulan seperti yang dilakukan oleh Tide Kumanireng adalah empat bulan penjara. ***